Official Book Launching & Bedah Buku – The Coconut Principles
Tempat: Toko Buku Kinokuniya, Plasa Senayan (lantai 5/SOGO)
Jam: 3-5 pm
FREE
Tempat terbatas, RSVP ke gede.manggala@gmail.com
Didukung oleh IPQI
Official Book Launching & Bedah Buku – The Coconut Principles
Tempat: Toko Buku Kinokuniya, Plasa Senayan (lantai 5/SOGO)
Jam: 3-5 pm
FREE
Tempat terbatas, RSVP ke gede.manggala@gmail.com
Didukung oleh IPQI
Dude, where’s the fun?
Sudah sejak lama saya melihat bahwa usaha pemecahan masalah dan mencari solusi di berbagai organisasi menjadi terlalu serius, kaku, dan bersifat formalitas. Banyak juga yang orientasinya lebih pada sertifikasi dan paper work. Sebenarnya tidak ada yang salah juga, tapi lama-kelamaan orang tidak merasakan lagi kesenangan, inovasi, dan kreativitas dalam mencari solusi.
Tool dan metode seperti process mapping, brainstorming, apalagi menggunakan statistik terdengar membosankan…
Cost Saving, Efisiensi, Productivity Improvement malah menjadi menakutkan?
Jadi siapa yang menghilangkan seluruh unsur fun di dalam problem solving?
It was FUN, It is FUN, It’s supposed to be FUN
Problem solving seharusnya menyenangkan. Dulu orang mendapatkan kesenangan dengan memecahkan masalah paling berat di tempat kerjanya.
Dan pada dasarnya manusia adalah mahluk serba ingin tahu yang gemar memecahkan masalah, bukan?
Siapa yang doyan mengisi Teka Teki Silang? Sudoko?
Siapa yang gemar tebak-tebakan? Bermain video games?
Bukankah itu problem yang kita pecahkan untuk medapatkan kesenangan?
Jika kita senang memecahkan teka-teki, mengapa mencari solusi di sekitar kita tidak bisa menyenangkan?
Kita bisa memulainya dari sekarang.
Manifesto simplicity#101
Let’s simplify and improve things around us, especially in workplaces.
Caranya?
1. Lihat sekeliling, sederhanakan segala sesuatu mulai dari hal yang paling sederhana.
2. Gunakan bahasa visual
Dengan menggabungkan gambar dan text, kita bisa membuat komunikasi yang lebih sederhana tapi berbobot. Banyak isu dan masalah bisa diselesaikan HANYA dengan memvisualisasikannya.
3. START NOW, have some fun
Just do it.now.
Bagi anda yang tertarik dan punya ide yang sama di twitterland, gunakan #simplicity101 dalam tweet anda, follow @gedemanggala dan @coconutprincipl
Inovasi besar di bidang konstruksi Indonesia yakni Fondasi Cakar Ayam diilhami oleh ide sederhana: Prof. Sedijatmo saat rekreasi ke pantai Cilincing (tahun 1961) melihat Pohon Kelapa masih berdiri tegak walaupun tanah disekitarnya sudah terkikis ombak. Ide sederhana ini akhirnya menjadi solusi untuk membangun menara PLN di daerah rawa-rawa. (dikutip dari kolom James Luhulima, Kompas 20 Jul’13).
#simplicity101
kumpulan tweets tentang bagaimana orang/organisasi sukses menciptakan value:
di disneyland, di akhir hari, para petugas miting dg supervisornya di sekitar tong sampah di tiap arena. kenapa?
sama dg IDEO waktu improve hospital service.seorang konsultan ditugaskan tidur seharian di patient bed. why?
Yuji Yokoya, chief engineer Toyota, dikisahkan melakukan roadtrip ke 50 state di US agar tahu market. why?
dari kampung kita sendiri, Jokowi dikisahkan blusukan kesana kemari utk melihat sendiri situasi lapangan. why?
Reason: IDEO menyebutnya mendesain dengan empati. Toyota nyebut “genchi genbutsu” atau “lihat & rasain sendiri:)
#TCP #value #leanstartup
Sahabat,
bagi yang ingin mengintip seperti apa buku The Coconut Principles, silahkan dilihat-lihat buku yang akan diterbitkan dalam beberapa versi!
Ini dua versi yang akan diterbitkan pertama…nantikan di bulan Juli 2013.
Versi Minimalis dan Elegan
“Dengan sistem dan SOP yang baik, bisnis bisa jalan, yang punya bisnis bisa jalan-jalan”
- Kutipan dari Bobby, teman saya yang pengusaha restoran dimsum -
SOP (Standard Operating Procedure) adalah alat standarisasi yang sangat kritikal dalam bisnis. Semua menyadari hal ini namun sering melihat SOP sebagai paperwork yang ngga terlalu penting. Padahal SOP dalam suatu perusahaan juga merupakan alat kolaborasi yang sangat perlu sehingga setiap anggota tim mengerti peran masing-masing dan setiap aktivitas berjalan dengan baik.
Simak cerita tentang Yoshi, seorang mahasiswa yang berwirausaha sebagai pemilik warung “intel” (indomi telor) di Bandung. Sekarang ini ia sering mendapat keluhan karena intel yang ia jual kadang-kadang “enak banget”, tapi sering “ngga enak banget”. Untuk menjalankan warung ini, Yoshi memang menjalankannya bertiga bersama teman-teman kuliahnya yaitu Andri dan Reza. Mereka bertiga mempunyai “jurus” yang berbeda dalam membuat dan menyajikan intel itu. Yoshi selalu menjaga agar mi tidak terlalu lama direbus, Andri lebih mementingkan racikan bumbu, sedangkan bagi Reza yang penting telur harus setengah matang. Belakangan mereka bertiga menyadari bahwa tanpa jurus yang distandarkan, warung mereka akan ditinggalkan pelanggan. Oleh karenanya mereka sepakat untuk membuat SOP yang menghasilkan rasa terenak sesuai pendapat pelanggan. Bisakah kita membantu mereka?
Hal seperti ini tidak hanya terjadi di industri kecil. Industri besar dan mapan seperti perusahaan transportasi, industri kesehatan hingga layanan masyarakat pun tak lepas dari layanan yang buruk karena tidak ada SOP yang baik.
Perubahan personil, tingkat pengetahuan yang beragam, keterampilan yang bervariasi, pengalaman yang berbeda, variasi proses atau bahan baku sudah barang tentu menyebabkan produk atau layanan yang dihasilkan berbeda juga kualitasnya. Agar proses selalu berjalan dengan baik dan hasilnya sesuai dengan harapan pelanggan, maka kita harus memastikan adanya standar.
Oleh karena itu tujuan utama SOP adalah untuk memastikan:
SOP membantu kita melakukan kolaborasi. Dengan standarisasi, kita dapat bekerja sama dalam sebuah organisasi dengan baik.
Apakah membuat SOP itu susah? Sebenarnya tidak juga. Yang penting prosedur yang bagus harus memiliki 3 komponen utama ini:
Mari kita telaah satu persatu ketiga komponen diatas untuk membantu Yoshi dan teman-temannya membuat SOP cara memasak indomi telor yang uenak!
1. Urutan Proses (work sequence) adalah langkah demi langkah dari tahap pertama sampai terakhir. Contoh: step pertama mulai dari menyiapkan bahan dan peralatan, lalu memasukkan air ke dalam panci, kemudian memanaskan air sampai mendidih dan seterusnya.
2. Titik perhatian adalah hal atau parameter yang perlu diperhatikan dalam setiap langkah. Misanya: parameter, kualitas, atau skill yang diperlukan. Contoh: saat langkah “masukkan telor” kita bisa menambahkan detail “jangan sampai kuning telor pecah”.
3. Durasi adalah berapa lama setiap langkah dilakukan. Selain menambahkan fokus dan poin utama, kita harus selalu mempunyai waktu standar untuk setiap langkah jika waktu adalah kritikal. Misalnya dalam langkah “panaskan air sampai mendidih”, bisa diberikan standar waktu “5 menit” sehingga lebih terukur dan konsisten.
Jika kita memasukkan ketiga komponen diatas, pasti kita sudah memiliki SOP yang bisa dimengerti dan dilakukan. SOP yang baik harus dapat dengan mudah dipahami oleh orang yang akan melakukan aktivitas di dalamnya. Selain menjadi acuan untuk bekerja, SOP juga bisa digunakan untuk training dan menjadi knowledge yang tersimpan di dalam organisasi kita. Ingat, dengan SOP yang baik, sistem yang akan bekerja, bukan mengandalkan orang saja.
Nah, ini SOP untuk Yoshi dan rekan-rekannya
Simpel, bukan?
Ayo para wirausahawan/wati, buat SOP yang baik agar kamu bisa jalan-jalan terus…
Sewaktu saya bekerja di Caltex di tahun 1999, ada sebuah training yang mengajarkan tentang goal chunking. Idenya sangat sederhana, sebuah mimpi atau goal yang besar dibagi dengan detail sampai sekecil-kecilnya hingga dapat dilakukan mulai hari ini setiap hari.
Mirip dengan bagaimana kita memakan pizza berukuran extra large. Dibagi menjadi irisan kecil agar bisa dimakan dengan mudah.
Goal chunking waktu itu langsung saya praktikkan untuk membantu mewujudkan mimpi saya meraih gelar MBA di universitas di Amrik. Tool simpel ini sangat membantu karena sangat sederhana dan juga disarankan membuat secara visual. Oleh karenanya dalam buku The Coconut Principles yang sedang saya tulis, saya memasukkan visual goal chunking sebagai salah satu tool untuk mendesain solusi dengan sederhana.
Saya merekonstruksi sketsa goal chunking yang saya buat di tahun 1999. Inti solusi yang saya ingin cari saat itu adalah bagaimana membiayai sekolah MBA selama 2 tahun yang saat itu butuh biaya kira-kira $100,000 sementara saya baru punya tabungan sekitar $15,000.
Apakah sketsa ini mudah dicerna?
From Left to Right:
@RendraAlmatsier (Graphics/Illustration), @wustuk (Editor), mrs. Wustuk, @farry (Webdesign), @gedemanggala (Author), @iduridur (Cover/Layout designer), @pronx (Graphics/Illustration)
Great talks!